News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Sistem Pemilu di jaman Orde Baru Indonesia Oleh : Endra Susanto, S.S “Dibutuhkan banyak sejarah untuk menghasilkan sedikit literatur." - Henry James

Sistem Pemilu di jaman Orde Baru Indonesia Oleh : Endra Susanto, S.S “Dibutuhkan banyak sejarah untuk menghasilkan sedikit literatur." - Henry James




LENSAAKTUAL.MY.ID — Sejarah mencatat bahwa di Indonesia telah dilaksanakan sebanyak 12 kali pemilu sampai dengan tahun 2019. Selama 32 tahun Presiden Soeharto memimpin bangsa Indonesia, terlaksana enam kali Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II, dan pada era ini Presiden dipilih oleh MPR.

Pemilihan Umum kedua di Republik Indonesia terjadi pada tahun 1971 yang digelar setelah Jenderal Soeharto ditetapkan sebagai Presiden Republik Indonesia. Pelaksanaan Pemilu tahun 1971 mengalami perubahan, ketetapan MPRS XI Tahun 1966 mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, namun mengalami perubahan pada SI MPR 1967 dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971. Pemilu kedua tahun 1971 diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971 dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.

Sistim Pemilu tahun 1971 menganut sistim perwakilan berimbang dengan menganut sistem stelsel daftar mengikat, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu. Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. 

Pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilaksanakan dalam tiga tahap, Tahap Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient (bilangan pembagi pemilihan) di daerah pemilihan. Tahap kedua, apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kiesquotient. 

Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua. 

Apabila tidak ada partai yang melakukan stembus accoord, maka setelah pembagian pertama, sisa kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar. Stembus accord adalah kesepakatan kotak suara, sebuah kerjasama atau kesepakatan antara dua atau lebih partai politik peserta pemilu untuk saling membantu dengan cara pemanfaatan sisa suara yang tidak habis dibagi dalam bilangan pembagi pemilihan (BPP), di mana kemungkinan jumlah suara yang diperoleh partai tersebut dapat menghasilkan kursi tambahan. 

Pemilu tahun 1971 diikuti oleh 10 partai politik (parpol) dan 1 ormas, yaitu NU, Parmusi, PSII, PERTI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, PNI, serta Golkar. Hasil Pemilu 5 Juli 1971 itu menyatakan Golkar sebagai pemilik suara mayoritas.

Golkar menang dengan mengantongi 62,8 persen suara (236 kursi DPR). Disusul Nahdlatul Ulama (NU) dengan 18,6 persen suara (58 kursi), Parmusi dengan 5,3 persen suara (24 kursi), Partai Nasionalis Indonesia (PNI) dengan 6,9 persen suara (20 kursi), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dengan 2,3 persen suara (10 kursi). 

Kemudian terjadi penyederhanaan atau penggabungan (fusi) partai pada tahun 1973 yang merupakan kebijakan Presiden Soeharto untuk menciptakan stabilitas politik kehidupan berbangsa dan bernegara. Kebijakan ini dinggap menjadi syarat utama dalam mencapai pembangunan ekonomi Indonesia. Pemilu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 hanya diikuti tiga peserta, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). 

Pemilu ketiga dilaksanakan tahun 1977 pada tanggal 2 Mei 1977, pemilu keempat tahun 1982 pada tanggal 4 Mei 1982, pemilu kelima tahun 1987 pada tanggal 23 April 1987, pemilu keenam digelar pada 9 Juni 1992 dan pemilu tahun 1997 sebagai Pemilihan Umum (pemilu) terakhir yang digelar pada masa Orde Baru diselenggarakan pada tanggal 29 Mei 1997. 

Metode pembagian kursinya pada pemilu 1987 sampai dengan 1997 sama seperti pemilu sebelumnya, sedangkan penyelenggaranya adalah Badan Penyelenggara Pemilu, yang memiliki struktur yang sama dengan penyelenggaraan Pemilu 1971, yaitu PPI ditingkat pusat, PPD I di provinsi, PPD II di kabupaten/kotamadya, PPS di kecamatan, Pantarlih di desa/kelurahan, dan KPPS, dan Golkar selalu menjadi pemenang. 
(a resume of some writings and thoughts).

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar